Guru Kaya Karya
Guru
yang kadaluarsa adalah guru yang berbicara. Sedang guru yang sesungguhnya,
adalah guru yang mampu mentransformasikan ilmunya. Akan tetapi, guru yang luar
biasa dan dapat diharapkan untuk memaju-hebatkan negeri ini, adalah guru yang berhasil menebarkan
inspirasi. Dengan karyanya, dengan keteladanannya.
– Lenang Manggala, Founder Gerakan Menulis Buku
Indonesia
Guru
dalam Berbagai Karya
Di Indonesia tema
mengenai kehidupan seorang guru mempunyai tempat tersendiri. Ia menjelma
sebagai buku fiksi maupun nonfiksi dan divisualisasikan dalam bentuk film. Hal
ini bukan tanpa alasan. Guru identik dengan sosok yang menginspirasi dan
memotivasi. Ia sabar menghadapi anak didik –yang terkadang keterlaluan– , tabah
memenuhi kebutuhan sehari-hari yang kian susah dan lapang dada kendati dibayar tak seberapa.
Seorang guru dapat mengubah kehidupan anak
didiknya. Perkara ini termaktub dalam beberapa buku, di antaranya: Laskar
Pelangi (Bentang Pustaka, 2005) karya Andrea Hirata dan Negeri 5 Menara
(Gramedia Pustaka Utama, 2009) gubahan A Fuadi. Kendatipun sosok guru bukan
tokoh utama, akan tetapi kehadirannya menjadi penentu arah cerita. Kesabaran Bu
Muslimah berhasil mengantarkan anak-anak laskar pelangi meraih mimpinya. Dan
kalimat man jadda wa jadda yang
diucapkan oleh Kyai Pondok Madani memicu Alif dan kawan-kawannya (Sahibul Menara) bersemangat mewujudkan
cita-citanya.
Kedua buku itu
juga diangkat ke layar lebar. Sebagaimana buku, filmnya pun disambut dengan
baik. Keberadaan karya tersebut bukan hanya menginspirasi, melainkan
memperkokoh kedudukan seorang guru. Selain kedua buku dan film tersebut, masih
banyak buku dan film yang mengisahkan perihal guru serta sekelumit masalah yang
dihadapinya. Namun, keterbatasan ruang tidak memungkinkan penulis untuk
membahasnya. Yang pasti semua karya itu merujuk pada kesimpulan yang sama. Di
tangan guru cita-cita anak didik dirawat. Di bibirnya semangat siswa untuk
mewujudkan mimipinya dijaga. Dan di matanya masa depan murid lebih nyata.
Guru
yang Berani Berkarya
Kisah guru akan selalu
menginspirasi dan hanya bisa diabadikan dalam karya. Namun, selama ini
keberadaan guru dalam karya terbatas sebagai objek saja. Sebatas orang yang
diceritakan, bukan yang menceritakan. Sejauh pengamatan penulis sulit menemukan
guru yang memiliki karya. Sukar mencari guru yang berani berkarya, berani
menginspirasi.
Sedikitnya guru
yang berkarya setidaknya menimbulkan pertanyaan. Apakah tidak ada waktu bagi
guru untuk berkarya, karena waktunya habis mengurusi administrasi mengajar dan
anak didik? Karya seperti apa yang bisa dibuat oleh guru? Jangan-jangan guru
tidak tahu tempat untuk menyalurkan karyanya?
Sebuah karya
–khususnya karya tulis– tidak lahir secara instan. Ia membutuhkan proses dan
waktu. Cepat atau lambatnya karya tergantung dari kecakapan penulisnya dan
perkara yang ia tulis. Lantas bisakah guru membuat karya tulis, kendati ia
sibuk? Jawabannya tentu saja bisa!
Menulis merupakan
sebuah keterampilan, yang akan bertambah jika terus dilakukan. Bagi orang yang
jarang menulis, jangankan membuat satu karya, satu paragraf saja susah. Baru
beberapa kalimat yang ia tulis, sudah dihapus lagi. Tulis lalu hapus. Tulis
lalu hapus. Bahkan ada juga yang tidak bisa menulis satu kalimat pun. Namun,
bagi orang yang sudah mahir, kata-kata terajut dengan sendirinya, kalimat demi
kalimat membaur satu sama lain, paragraf demi paragraf saling menyapa dan
lahirlah sebuah karya.
Kabar baiknya,
yang mahir mulanya adalah pemula. Pemula yang terus-menerus mencoba, tidak
putus asa dan berlatih hingga ia bisa. Semua yang mahir menulis, berkarya,
awalnya memerlukan waktu berjam-jam untuk membuat satu paragraf saja.
Lambat-laun menjadi hitungan menit.
Hal ini juga
berlaku bagi guru. Mungkin sekarang sulit sekali menulis, akan tetapi jika
terus berlatih, menulis tidak lagi menjadi sesuatu yang sukar. Mungkin sekarang
membutuhkan waktu yang lama, akan tetapi jika terus mencoba lambat laun akan
lebih cepat dengan sendirinya. Jadi sesibuk apa pun seorang guru ia pasti bisa
menulis, bisa membuat karya. Selama ia mempunyai keinginan yang kuat dan terus
mencoba. Apakah Anda salah satunya?
Semua
Guru Bisa Kaya Karya
Salah satu kendala
terberat dalam membuat karya tulis ialah menentukan apa yang harus ditulis.
Banyak orang yang berhenti di tengah jalan karena kehabisan bahan. Pada akhirnya
karya tulis itu tidak tuntas. Ada juga yang bisa menyelesaikan hingga titik
terakhir, tetapi setelah dibaca kembali isi karya tulis itu terasa kering,
susunan katanya amburadul dan pembahasannya tidak jelas. Membingungkan. Semua
itu terjadi karena ia tidak menguasai apa yang ditulis dan enggan mencari tahu.
Ada dua cara untuk
mengumpulkan bahan tulisan. Pertama, mengambilnya
dari pengalaman. Sedangkan yang kedua membaca
tulisan serupa dengan yang hendak ditulis. Yang pertama merupakan modal paling
bagus. Karena dengan mengalami sesuatu secara langsung membuat kita tahu persis
apa yang terjadi dan bagaimana cara menghadapinya. Namun, kabar buruknya tidak
semua orang memiliki pengalaman yang sama. Maka yang harus dilakukan ialah
mencari tahu. Bertanya pada orang yang berpengalaman atau membaca buku.
Guru mempunyai dua
hal tersebut. Dan itu modal yang lebih dari cukup untuk membuat karya. Banyak
hal yang bisa ditulis dari pengalaman hidupnya. Baik perjalanannya untuk
menjadi guru, masalah-masalah yang dihadapi saat berhadapan dengan siswa dan
orang tua siswa, pahit-manis menjadi seorang guru di negara yang belum maksimal
menghargai jasa-jasa guru dan sekelumit masalah yang mengerami batinnya.
Jika merasa
pengalamannya belum cukup, membaca adalah solusinya. Guru yang tidak suka
membaca buku bagai juru masak yang enggan mengenal beragam resep dan bumbu,
alhasil masakannya akan terasa monoton dan hambar. Satu hal yang pasti, membaca
buku merupakan usaha mengembangbiakan ilmu pengetahuan. Meskipun tidak bisa
dipungkiri saat ini perlu usaha ekstra untuk meningkatkan minat membaca.
Masalah terakhir
ialah mempublikasikan karya. Siapa pun yang berkarya tentu ingin karyanya
dibaca oleh orang lain. Untungnya seiring dengan perkembangan informasi dan
teknologi, perihal publikasi karya tidak lagi menjadi masalah serius. Banyak
wahana yang bisa digunakan, baik media daring maupun luring. Tidak sulit untuk
menemukan koran, majalah, website dan berita daring yang memberikan ruang
khusus untuk guru berkarya.
Selain publikasi,
ada juga media yang mengapresiasi berupa materi, ratusan ribu hingga jutaan
rupiah. Jenis karyanya pun beragam: entah fiksi (puisi, cerpen dan novel)
maupun non fiksi (artikel, esai, opini dan catatan perjalanan). Selain
publikasi dan materi, karya-karya itu juga bisa menunjang profesi. Bisa
dijadikan poin tambahan saat mengajukan kenaikan pangkat. Namun, yang lebih
penting dari semua itu ialah menebar inspirasi.
Pada akhirnya
semua guru bisa kaya karya.