
MUHASABAH ATAS KONDISI UMMAT
إنَّ الْحَمْدَ
لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ
شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ,
أَشْهَدُ أَنْ لاَ
اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ
مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا.
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا محَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا
فَرِيًّا،
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ
رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ
فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ
الرَّجِيمِ
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا
كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ
يَرْجِعُوْنَ
(QS
Ar-Rum [30]: 41)
Alhamdulillah, segala puji
bagi Allah, Tuhan semesta alam. Yang menghidupkan dan mematikan. Yang Maha
Pemberi Nikmat dan Karunia. Yang memberi
petunjuk jalan kebenaran lewat Rasul-Nya, baginda Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga
shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada beliau, keluarga beliau, para
sahabat, dan umat beliau, sampai akhir zaman.
Bertakwalah kepada Allah, baik dalam kondisi suka maupun duka, sedih
atau gembira, lapang atau sempit. Kapan pun dan di mana pun kita berada. Semoga
kita semua digolongkan sebagai muttaqin.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Tanpa terasa kita berada di hari Jumat terakhir, dalam hitungan tahun
Masehi. Tak ada salahnya kita bermuhasabah, melakukan perhitungan atau
evaluasi, baik terhadap diri maupun umat ini. Sebab, muhâsabah merupakan
perintah Allah subhanahu
wa ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kalian kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang
telah dia perbuat untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kalian kepada Allah.
Sungguh Allah Mahatahu atas apa saja yang kalian kerjakan (TQS al-Hasyr
[59]: 18).
Bila diri kita banyak salah, segera memohon ampunan-Nya, serta
bersungguh-sungguh dalam ketaatan sebagai persiapan menuju kehidupan terbaik di
akhirat kelak. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا
بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا، وَتَمَنَّى
عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلّ
Orang yang cerdas ialah orang yang
selalu mengevaluasi dirinya serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian.
Orang yang lemah (bodoh) ialah orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya serta
berangan-angan kepada Allah subhanahu wa ta’ala (HR at-Tirmidzi).
Umar bin al-Khaththab radhiyalLâhu ‘anhu juga pernah mengatakan:
حَاسِبُوْا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا،
وَزِنُوْا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوْزَنُوْا فَإِنَّهُ أَهْوَنُ عَلَيْكُمْ
فِي الْحِسَابِ غَدّاً
Hisablah diri kalian sebelum kalian
dihisab. Timbanglah amal kalian sebelum ditimbang. Hal itu akan lebih
memudahkan hisab kalian kelak (di akhirat) (Abu Nu’aim
al-Asbahani, Hilyah al-Awliyâ’, 1/25).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Selain muhâsabah atas diri
sendiri, seorang Muslim seharusnya melakukan muhâsabah atas kondisi
umat. Ingat, seorang dikatakan belum beriman jika tidak memiliki kepedulian dan
kecintaan kepada saudaranya. Bukankah hubungan sesama kaum Mukmin adalah
laksana satu tubuh? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ،
وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ
تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Perumpamaan kaum Mukmin dalam hal saling
mengasihi, mencintai dan menyayangi adalah bagaikan satu tubuh. Jika salah satu
anggota tubuh sakit, seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan demam (turut
merasakan sakitnya) (HR al-Bukhari dan Muslim).
Lihatlah, hari ini umat masih terus terperosok ke dalam jurang
kemunduran. Pangkal dari segala kerusakan ini adalah akibat pembangkangan
kepada Allah subhanahu
wa ta’ala, sebagaimana firman-Nya:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا
كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ
يَرْجِعُوْنَ
Telah tampak kerusakan di darat dan di
laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka
merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar) (TQS ar-Rum [30]: 41).
Imam Ali ash-Shabuni dalam kitab tafsirnya, Shafwah at-Tafâsîr, menjelaskan
maksud ayat di atas, yakni telah tampak musibah dan bencana di permukaan bumi
dan di laut disebabkan oleh kemaksiatan dan dosa-dosa manusia kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Banyak orang mengaku bertakwa, tapi pada saat yang sama menolak tegas
hukum-hukum Allah. Syariah Islam dianggap sebagai ancaman dan menimbulkan
ketidakstabilan. Orang yang bersemangat menjalankan syariah Islam dicap sebagai
radikal, esktremis, bahkan fundamentalis. Ulama yang tidak sejalan dengan
kemauannya dikriminalisasi. Habib Rizieq Syihab dan sejumlah ulama misalnya,
dihukum hanya karena melanggar UU Karantina Kesehatan, padahal pada saat yang
sama sejumlah pihak tak mendapatkan sanksi apa-apa.
Nyata di depan mata kita, kita kaum Muslim dipaksa menjadi moderat
dengan program moderasi beragama. Ketahuilah, inti
dari moderasi beragama adalah semangat untuk menyembelih ajaran Islam. Membuang
ajaran Islam dari pemahaman umat ini.
Dengan dalih moderasi beragama, disusunlah aturan liberal sesuai arahan
Barat. Sedikit demi sedikit hukum-hukum Islam yang bertentangan dengan prinsip
sekularisme, pluralisme, liberalisme dan demokrasi ditiadakan. Seks bebas dan LGBT mulai diberikan jalan
melalui berbagai aturan.
Umat Islam terus dicekoki dengan monsterisasi terhadap ajaran khilafah dan jihad. Seolah ajaran inilah biang kerusakan di
berbagai negara. Padahal, beragam perang dan konflik yang terjadi sengaja
dipicu oleh negara-negara penjajah, seperti Amerika Serikat, Inggris dan Rusia. Bukan karena Islam.
Secara ekonomi, negeri ini masuk dalam jurang resesi. Bukan karena
Islam, tapi karena utang ribawi. Jumlah utang Indonesia sudah mencapai Rp 6.008
triliun. Sudahlah begitu, kekayaan alam kita dikuasai asing baik Amerika maupun
Cina. Kurang apa lagi penderitaan penduduk negeri ini?
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Sadarlah bahwa kondisi kita hari ini sedang terpuruk. Satu-satunya
solusi yang benar dan terbaik adalah dengan menerapkan syariah Islam secara kâffah.
Telah terbukti secara nyata dan meyakinkan, sekularisme-kapitalisme
dengan oligarkinya telah merusak umat dan negeri ini. Janganlah kita mengulangi
kesalahan yang sama dengan tetap mempercayai sistem kehidupan selain
Islam. Mari kembali kepada Islam.
Imam Malik radhiyalLâhu ‘anhu pernah berpesan:
لَنْ يُصْلِحَ آخِرَ هَذِهِ الأُمَّةِ إِلاَّ مَا
أَصْلَحَ أَوَّلَهَا
Tidak akan pernah bisa memperbaiki kondisi generasi akhir umat saat ini kecuali apa yang telah terbukti mampu memperbaiki kondisi generasi awal umat ini. (IT)